www.hargabahanbangunan.co |
Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Yusid Toyib mengakui, tenaga kerja asal Indonesia yang bekerja di sektor konstruksi Malaysia dibayar murah. Alasannya, banyak pekerja konstruksi asal Indonesia tidak memiliki sertifikat.
"Di Malaysia itu kalau seandainya tenaga kerja yang bersertifikat harganya mahal, misalnya si C dibayar 100 persen sesuai Upah Minimum Regional (UMR) sana, tapi kalau tidak bersertifikat alias unskill gajinya 70 persen skill sesuai ketentuan sana," ujar Yusid saat ditemui di Kantornya,Jakarta, Kamis (31/3).
Selain tak memiliki sertifikat, lanjut Yusid, sertifikasi yang diterbitkan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Indonesia belum berlaku di Negeri Jiran. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan LPJK Malaysia agar sertifikat yang diterbitkan bisa berlaku.
"Kita sudah koordinasi dengan LPJK nya sana agar sertifikasi yang kita terbitkan bisa berlaku di sana. Jangan hanya nelayan dan TKI yang jadi pembantu saja diperhatikan, yang bekerja di konstruksi juga harus diperhatikan," kata dia.
Selain itu, kata Yusid, apabila sertifikat yang diterbitkan di Indonesia bisa berlaku di Malaysia, maka akan sangat menguntungkan. Sebab, biaya sertifikasi untuk pekerja konstruksi di Malaysia 5 kali lipat lebih mahal dibanding di Indonesia.
"Di sini biaya sertifikasi Rp 1,5 juta di sana Rp 8 juta, jadi memang kita harus ikuti aturannya dan itu kita biayai dari APBN. Dana yang disiapkan lupa tapi total dana kita untuk keseluruhan termasuk administrasi, sertifikasi dan belanja pegawai nilainya Rp 800 miliar," pungkasnya.
Sumber: www.merdeka.com